KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah Swt. Yang telah memberikan banyak nikmatnya kepada kami. Sehingga kami
mampu menyelesaikan Makalah Implementasi
Pancasila Dalam Hukum dan Perekonomian Indonesia ini sesuai dengan waktu yang kami rencanakan.
Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi salah satu syarat penilaian mata
kuliah Kewarganegaraan. Yang meliputi nilai tugas, nilai individu, dan nilai
keaktifan.
Penyusunan makalah ini tidak berniat untuk mengubah
materi yang sudah tersusun. Namun, hanya lebih pendekatan pada study banding
atau membandingkan beberapa materi yang sama dari berbagai referensi. Yang
semoga bisa member tambahan pada hal yang terkait dengan Kepentingan Pendidikan
Kewarganegaraan dalam perkembangan Negara Indonesia di Era Reformasi.
Pembuatan makalah ini menggunakan metode study
pustaka, yaitu mengumpulkan dan mengkaji materi Pancasila dari berbagai
referensi. Saya gunakan metode pengumpulan data
ini, agar makalah yang saya susun dapat
memberikan informasi yang akurat dan bisa dibuktikan.
Penyampaian pembandingan materi dari referensi yang
satu dengan yang lainnya akan menyatu dalam satu makalah saya. Sehingga tidak ada perombakan total dari buku
aslinya.
Saya sebagai penyusun pastinya tidak
pernah lepas dari kesalahan. Begitu pula dalam penyusunan makalah ini, yang
mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon maaf atas segala
kekurangannya.
Kami ucapkan terima kasih kepada Ermanita Permatasari.SH.MM sebagai pengajar mata kuliah Kewarganegaraan yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah
ini.tidak lupa pula kepada rekan rekan yang telah ikut berpartisipasi. Sehingga
makalah ini selesai tepat pada waktunya.
DAFTAR ISI
Halaman
Judul .............................................................................................................................
Kata Pengantar ............................................................................................................................
Daftar Isi ......................................................................................................................................
BAB I Pendahuluan .....................................................................................................................
Kata Pengantar ............................................................................................................................
Daftar Isi ......................................................................................................................................
BAB I Pendahuluan .....................................................................................................................
·
1.1 Latar belakang
...........................................................................................................
·
1.2 Rumusan masalah
......................................................................................................
BAB II Pembahasan
....................................................................................................................
·
Analisa tentang Pancasila
ditinjau dari aspek Yuridis
..........................................................
·
Analisa tentang
Pancasila ditinjau dari aspek Ekonomis
......................................................
BAB III Penutup
.........................................................................................................................
·
3.1 Kesimpulan
...............................................................................................................
Daftar Pustaka
.............................................................................................................................
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Mempelajari Pancasila sebagai dasar
negara, ideologi, ajaran tentang nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa
Indonesia adalah kewajiban moral seluruh warga negara Indonesia. Pancasila yang
benar dan sah (otentik) adalah yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945. Hal itu ditegaskan melalui Instruksi Presiden RI
No.12 Tahun 1968, tanggal 13 April 1968. Penegasan tersebut diperlukan untuk
menghindari tata urutan atau rumusan sistematik yang berbeda, yang dapat
menimbulkan kerancuan pendapat dalam memberikan isi Pancasila yang benar dan
sesungguhnya.Pendekatan yuridis-konstitusional diperlukan guna meningkatkan
kesadaran akan peranan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, dan
karenanya mengikat seluruh bangsa dan negara Indonesia untuk melaksanakannya.
Pelaksanaan Pancasila mengandaikan
tumbuh dan berkembangnya pengertian, penghayatan dan pengamalannya dalam
keseharian hidup kita secara individual maupun sosial selaku warga negara
Indonesia. Pendekatan secara ekonomis
dimaksudkan agar masyarakat dapat memahami Sistem
Ekonomi Pancasila sebagai aturan main kehidupan ekonomi atau hubungan-hubungan ekonomi antar pelaku-pelaku
ekonomi yang didasarkan pada etika atau moral Pancasila dengan tujuan akhir
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
1.2 Rumusan masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas
dalam proses penyusunan makalah ini adalah “Analisa tentang Pancasila ditinjau dari aspek Yuridis
dan Ekonomis”.
Untuk memberikan kejelasan
makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya
dibatasi pada :
1.
Analisa tentang
Pancasila ditinjau dari aspek Yuridis
2.
Analisa tentang
Pancasila ditinjau dari aspek Ekonomis
BAB II Pembahasan
Pancasila sebagaimana dirumuskan oleh penggalinya adalah pandangan hidup
yang muncul dalam mengenali realitas sosio-politik bangsa Indonesia. Pancasila
adalah upaya dan muara yang paling mungkin untuk disepakati dari beragamnya
aspek plural kehidupan masyarkata Indonesia. Rumusan Pancasila sebagaimana
terdapat dalam Pembukaan UUD NRI 1945 alinea IV, terdiri atas lima sila, asas
atau prinsip yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Sedangkan secara entitas, Pancasila itu sendiri pada hakekatnya ia adalah
nilai (Kaelan, 2002). Nilai atau value adalah sesuatu yang berharga, berguna
bagi kehidupan manusia. Nilai memiliki sifat sebagai realitas yang abstrak,
normatif dan berguna sebagai pendorong tindakan manusia. Kelima sila, asas atau
prinsip Pancasila di atas dapat dikristalisasikan ke dalam lima nilai dasar
yaitu nilai KeTuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.
Pancasila yang berisi lima nilai dasar itu ditetapkan oleh bangsa Indonesia
sebagai dasar negara dan ideologi nasional Indonesia sejak tahun 1945 yaitu
ketika ditetapkan Pembukaan UUD NRI oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia. Kedudukannya sebagai dasar negara dan ideologi nasional ini
dikuatkan kembali melalui Ketetapan MPR RI No. XVIII/ MPR/1998 yang mencabut
Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang P4 sekaligus secara eksplisit menetapkan
Pancasila sebagai dasar negara (Yudhoyono, 2006:xvi). Pancasila sebagai dasar
negara berkonotasi yuridis, sedang Pancasila sebagai ideologi dikonotasikan
sebagai program sosial politik (Mahfud MD, 1998 dalam Winarno, 2010). Pancasila
telah menjadi dasar filsafat negara baik secara yuridis dan ekonomis.
Analisa tentang Pancasila ditinjau dari aspek Yuridis
Dari apek yuridis, Pancasila sebagai dasar negara menjadi cita hukum (rechtside)
yang harus dijadikan dasar dan tujuan setiap hukum di Indonesia. Politik pembangunan hukum di
Indonesia dengan kerangka nilai Pancasila memiliki kaidah kaidah penuntunnya. Pancasila sebagai sumber dan kaidah penuntun
hukum itu selanjutnya dituangkan di dalam peraturan perundang-undangan sebagai sumber hukum formal. Jalinan nilai nilai dasar Pancasila
dijabarkan dalam aturan dasar (hukum dasar) yaitu UUD 1945 dalam bentuk pasal-pasal yang mencakup berbagai
segi kehidupan
berbangsa dan bernegara Indonesia (Natabaya. 2006). Aturan –aturan dasar dalam UUD 1945 selanjutnya dijabarkan
lagi dalam undang-undang dan peraturan dibawahnya. Hieraki hukum Indonesia yang terbentuk ini
piramida dapat dilihat dan sejalan dengan Stufenbautheorie (Teori jenjang
norma) dari Hans Kelsen, dimana Pancasila sebagai Grundnorm berada di luar sistem
hukum, bersifat
meta yuristic tetapi menjadi tempat bergantungnya norma hukum.
Pada posisinya sebagai ideologi nasional,
nilai nilai Pancasila difungsikan sebagai nilai bersama yang ideal dan nilai pemersatu. Hal ini sejalan
dengan fungsi
ideologi di masyarakat yaitu Pertama , sebagai tujuan atau cita-cita
yang hendak
dicapai secara bersama oleh suatu masyarakat. Kedua, sebagai pemersatu masyarakat dan karenanya sebagai prosedur
penyelesaian konflik yang terjadi di masyarakat (Ramlan Surbakti, 1999). Dalam kaitannya dengan yang pertama
nilai dalam
ideologi itu menjadi cita-cita atau tujuan dari masyarakat. Tujuan hidup bermasyarakat adalah untuk mencapai
terwujudnya nilai-nilai dalam ideologi itu. Sedangkan dalam kaitannya yang kedua, nilai
dalam ideologi itu merupakan nilai yang disepakati bersama sehingga dapat mempersatukan masyarakat itu
serta nilai bersama tersebut dijadikan acuan bagi penyelesaian suatu masalah yang
mungkin timbul dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Pancasila sebagai ideologi nasional ini dapat
dipandang dari sisi filosofis dan politis. Dari aspek filosofis, nilai-nilai Pancasila menjadi dasar
keyakinan tentang masyarakat yang dicita-citakan (fungsi pertama ideologi). Dari
aspek politik
Pancasila merupakan modus vivendi atau kesepakatan luhur yang mampu mempersatukan masyarakat Indonesia yang
majemuk dalam satu nation state atas dasar prinsip persatuan (fungsi kedua
ideologi). Pancasila menjadi nilai bersama atau nilai integratif yang amat diperlukan
bagi masyarakat yang plural.
Sebagai ideologi nasional, nilai-nilai dasar
Pancasila menjadi cita-cita masyarakat Indonesia yang sekaligus menunjukkan karakter bangsa yang
hendak dibangun.
Karakter, identitas atau jati diri sebuah bangsa bukanlah sesuatu yang telah jadi. Karakter adalah hasil konstruksi
dan produk dari pembudayaan melalui pendidikan. Jati diri bangsa merupakan sesuatu yang telah disepakati,
seperti cita - cita masa depan bersama (Tilaar, 2007: 32). Jati
diri bangsa Indonesia adalah
terwujudnya karakter bangsa yang religius,
manusiawi, bersatu, demokratis dan adil (ketetapan MPR RI No. VII/MPR/1998. Karakter bangsa yang religius, manusiawi, bersatu, demokratis dan adil tiada
lain adalah cerminan Pancasila sebagai identitas. Di sisi lain identitas bangsa ditunjukkan dengan kesepakatan bangsa untuk menggunakan prinsip kebangsaan, prinsip kemanusiaan,
prinsip keadilan, prinsip kerakyatan dan prinsip Ketuhanan didalam kerangka memecahkan masalah kebangsaan.
Berdasar aspek yuridisnya, Pancasila sebagai
Norma Dasar Bernegara Untuk konteks Indonesia, Pancasila yang mengandung nilai-nilai dasar itu dalam keterkaitannya dengan sistem hukum
nasional, oleh beberapa pakar dikatakan sebagai grundnorm (Astim Riyanto, 2008), sebagai unsur
pokok kaidah negara yang fundamental dan asas kerohanian (Notonagoro, 2004),
Pancasila merupakan bagian dari staatfundamentalnorm (Mahfud MD, 1998) dan
Pancasila sebagai cita hukum yang mempunyai fungsi konstitutif dan regulatif
(Hamid S Attamimi, 1991). Jadi Pancasila dilihat dari sisi yuridis merupakan
norma dasar bernegara, sumber hukum dalam arti material dan sebagai kaedah hukum. Aspek yuridis bahwa Pancasila sebagai norma
dasar bernegara ini adalah implikasi dari kedudukannya sebagai dasar negara. Pancasila sebagai
dasar negara berkonotasi yuridis, dimana nilai nilai dasarnya menjadi cita hukum bagi
hukum
Indonesia. Oleh karena itu materi Pancasila
dapat dilihat dari aspek yuridis kenegaraan Indonesia. Aspek yuridis dari Pancasila inilah yang dapat
dijadikan salah satu sumber bahan bagi pendidikan Pancasila. Kajian Pancasila dari
aspek yuridis
ini menggunakan perspektif teori dalam ilmu hukum yaitu teori tentang sumber hukum dan teori tentang penjenjangan
norma.
Dilihat secara yuridis, kurikulum pendidikan dasar,
menengah, dan tinggi wajib memuat PKn yang dimaksudkan untuk membentuk peserta
didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air sesuai
dengan Pancasila dan UUD 1945. Dalam pasal 37 ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa
“kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: a) Pendidikan Agama, b)
Pendidikan Kewarganegaraan, c) Bahasa…” dan “kurikulum pendidikan tinggi wajib
memuat: a) Pendidikan Agama; b) Pendidikan Kewarganegaraan; c) Bahasa.” Dengan
demikian, secara yuridis, pendidikan kewarganegaraan memiliki landasan yang kuat
untuk dibelajarkan kepada setiap warga negara.
Analisa tentang Pancasila ditinjau dari aspek Ekonomis
Sekaitan dengan penanaman nilai-nilai Pancasila
melalui pendidikan kewarganegaraan, Arief Rahman, Duta UNESCO untuk Indonesia
sekaligus pengamat pendidikan mengemukakan bahwa penanaman ideologi Pancasila
saat ini dapat diterapkan melalui Pendidikan Kewarganegaraan (anonim, 2011).
Namun lebih lanjut ia mengemukakan bahwa agar ideologi tersebut dapat berjalan
maksimal maka perlu diperhatikan proses pembelajarannya. Dalam setiap proses
pembelajaran harus meliputi tiga aspek, yakni kognitif (pengetahuan), afektif
(sikap), dan psikomotor (pengalaman). Begitu pula dengan penanaman ideologi
Pancasila dalam pelajaran pendidikan Kewarganegaraan, ketiga aspek tersebut
harus dijalankan secara seimbang Sistem
perekonomian Indonesia yang menganut sistem ekonomi Pancasila yang berbasis pada Pasal 33
UUD 1945Sistem Ekonomi Pancasila adalah “aturan main”
kehidupan ekonomi atau hubungan-hubungan ekonomi antar pelaku-pelaku ekonomi
yang didasarkan pada etika atau moral Pancasila dengan tujuan akhir mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Etika Pancasila adalah landasan
moral dan kemanusiaan yang dijiwai semangat nasionalisme (kebangsaan) dan
kerakyatan, yang kesemuanya bermuara pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Intisari Pancasila (Eka Sila) menurut Bung Karno adalah gotongroyong atau
kekeluargaan, sedangkan dari segi politik Trisila yang diperas dari
Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa (monotheisme) sosio-nasionalisme dan
sosio-demokrasi. Praktek-praktek liberalisasi perdagangan dan investasi di
Indonesia sejak medio delapanpuluhan bersamaan dengan serangan globalisasi dari
negara-negara industri terhadap negara-negara berkembang, sebenarnya
dapat ditangkal dengan penerapan sistem ekonomi Pancasila. Namun sejauh ini
gagal karena politik ekonomi diarahkan pada akselerasi pembangunan yang lebih
mementingkan pertumbuhan ekonomi tinggi ketimbang pemerataanhasil-hasilnya.
Trilogi Pembangunan
Sebenarnya sejak terjadinya
peristiwa “Malari” (Malapetaka Januari) 15 Januari 1974, slogan Trilogi
Pembangunan sudah berhasil dijadikan “teori” yang mengoreksi teori ekonomi
pembangunan yang hanya mementingkan pertumbuhan . Trilogi pembangunan terdiri atas
Stabilitas Nasional yang dinamis, Pertumbuhan Ekonomi Tinggi, dan Pemerataan
Pembangunan dan hasil-hasilnya. Namun sayangnya slogan yang baik ini justru
terkalahkan karena sejak 1973/74 selama 7 tahun Indonesia di”manja” bonansa
minyak yang membuat bangsa Indonesia “lupa daratan”.
Bumi yang membuat Indonesia kaya
mendadak telah menarik minat para investor asing untuk ikut “menjarah” kekayaan
alam Indonesia. Serbuan para investor asing ini ketika melambat karena jatuhnya
harga minyak dunia , selanjutnya dirangsang ekstra melalui kebijakan deregulasi
(liberalisasi) pada tahun-tahun 1983-88. Kebijakan penarikan investor yang
menjadi sangat liberal ini tidak disadari bahkan oleh para teknokrat sendiri
sehingga seorang tokoknya mengaku kecolongan dengan menyatakan: Dalam keadaan
yang tidak menentu ini pemerintah mengambil tindakan yang berani menghapus
semua pembatasan untuk arus modal yang masuk dan keluar. Undang-undang
Indonesia yang mengatur arus modal, dengan demikian menjadi yang paling liberal
di dunia, bahkan melebihi yang berlaku di negara-negara yang paling liberal.
(Radius Prawiro. 1998:409)
Himbauan Ekonomi Pancasila
Pada tahun 1980 Seminar Ekonomi
Pancasila dalam rangka seperempat abad FE-UGM “menghimbau” pemerintah Indonesia
untuk berhati-hati dalam memilih dan melaksanakan strategi pembangunan ekonomi.
Ada peringatan “teoritis” bahwa ilmu ekonomi Neoklasik dari Barat memang cocok
untuk menumbuhkembangkan perekonomian nasional, tetapi tidak cocok atau
tidak memadai untuk mencapai pemerataan dan mewujudkan keadilan sosial. Karena
amanah Pancasila adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia maka ekonom-ekonom UGM melontarkan konsep Ekonomi Pancasila yang
seharusnya dijadikan pedoman mendasar dari setiap kebijakan pembangunan ekonomi.
Jika Emil Salim pada tahun 1966 menyatakan bahwa dari Pancasila yang relevan
dan perlu diacu adalah (hanya) sila terakhir, keadilan sosial, maka
ekonom-ekonom UGM menyempurnakannya dengan mengacu pada kelima-limanya sebagai
berikut:
- Roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral;
- Ada kehendak kuat warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial yaitu tidak membiarkan terjadinya dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial;
- Semangat nasionalisme ekonomi; dalam era globalisasi mekin jelas adanya urgensi terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri;
- Demokrasi Ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi dan usaha-usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat;
- Keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil, antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggungjawab, menuju perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sebagaimana terjadi pemerintah Orde
Baru yang sangat kuat dan stabil, memilih strategi pembangunan berpola
“konglomeratisme” yang menomorsatukan pertumbuhan ekonomi tinggi dan
hampir-hampir mengabaikan pemerataan. Ini merupakan strategi yang berakibat
pada “bom waktu” yang meledak pada tahun 1997 saat awal reformasi politik,
ekonomi, sosial, dan moral. Sistem ekonomi pancasila
memberikan peluang bagi penanaman
modal negara asing sebagai implikasi globalisasi. Namun di sisi lain, sistem
ekonomi Pancasila sedang dalam ujian berat untuk mewujudkan tujuan
nasional memajukan kesejahteraan umum.
Sistem perekonomian dunia saat
ini yang praktis dikuasai oleh kapitalisme Barat setelah runtuhnya
sistem sosialis Uni Soviet, membuat Indonesia harus merumuskan bentuk
sistem perekonomian yang dapat bertahan terhadap derasnya kapitalisme dan mampu
menjadi mitra ekonomi.sejajar.bagi.negara-negara.lain.
Perkembangan perekonomian di Indonesia juga tidak lepas dari kerjasama dengan negara-negara di dunia, seperti apa yang telah dilakukan dalam hubungan kerjasama (APEC maupun WTO dan lain-lain) yang pada intinya kerjasama ini untuk meningkatkan perekonomian di Indonesia yang akhirnya akan berdampak kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat
yang mampu mendatangkan investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia dan akan menyerap tenaga kerja sehingga menurunkan tingkat kemiskinan, serta daya beli masyarakat cukup tinggi. Perkembangan ekonomi saat ini mengalami sedikit kesulitan dikarenakan krisis moneter yang belum pulih serta situasi keamanan yang belum
begitu kondusif yang mengakibatkan para investor asing masih ragu dan takut untuk menanamkan modalnya di Indonesia, sehingga berakibat kepada banyaknya pengangguran, tingkat kemiskinan cukup tinggi, daya beli masyarakat rendah dan kurang diberdayakannya ekonomi kerakyatan yang mampu menopang ekonomi nasional. Hal ini akan berdampak kepada sosialisasi pembudayaan nilai-nilai Pancasila yang saat ini mengalami kebuntuan khususnya dalam pengembangan perekonomian rakyat.
Didalam sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia pada Butir ke 11 mengatakan" Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial", artinya apabila kita mengembangkan perekonomian rakyat melalui koperasi maka akan terjadi pemerataan penghasilan dan mampu mendukung sektor perekonomian nasional yang saat ini mengalami penurunan.
Perkembangan perekonomian di Indonesia juga tidak lepas dari kerjasama dengan negara-negara di dunia, seperti apa yang telah dilakukan dalam hubungan kerjasama (APEC maupun WTO dan lain-lain) yang pada intinya kerjasama ini untuk meningkatkan perekonomian di Indonesia yang akhirnya akan berdampak kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat
yang mampu mendatangkan investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia dan akan menyerap tenaga kerja sehingga menurunkan tingkat kemiskinan, serta daya beli masyarakat cukup tinggi. Perkembangan ekonomi saat ini mengalami sedikit kesulitan dikarenakan krisis moneter yang belum pulih serta situasi keamanan yang belum
begitu kondusif yang mengakibatkan para investor asing masih ragu dan takut untuk menanamkan modalnya di Indonesia, sehingga berakibat kepada banyaknya pengangguran, tingkat kemiskinan cukup tinggi, daya beli masyarakat rendah dan kurang diberdayakannya ekonomi kerakyatan yang mampu menopang ekonomi nasional. Hal ini akan berdampak kepada sosialisasi pembudayaan nilai-nilai Pancasila yang saat ini mengalami kebuntuan khususnya dalam pengembangan perekonomian rakyat.
Didalam sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia pada Butir ke 11 mengatakan" Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial", artinya apabila kita mengembangkan perekonomian rakyat melalui koperasi maka akan terjadi pemerataan penghasilan dan mampu mendukung sektor perekonomian nasional yang saat ini mengalami penurunan.
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan
Sebagaimana kita ketahui dari
sejarah kelahirannya, Pancasila digali dari sosio-budaya Indonesia, baik secara
perorangan maupun kolektif, kemudian ditetapkan secara implisit sebagai dasar
negara pada tanggal 18 Agustus 1945. Mengenai kekokohan Pancasila yang bersifat
kekal-abadi (Pancasila dalam arti statis sebagai dasar negara), Ir. Soekarno
mengatakan: Sudah jelas, kalau kita mau mencari suatu dasar yang statis, maka
dasar yang statis itu haruslah terdiri dari elemen-elemen yang ada jiwa
Indonesia. Namun Pancasila bukanlah dasar negara yang hanya bersifat statis,
melainkan dinamis karena ia pun menjadi pandangan hidup, filsafat bangsa,
ideologi nasional, kepribadian bangsa, sumber dari segala sumber tertib hukum,
tujuan negara, perjanjian luhur bangsa Indonesia, yang menuntut pelaksanaan dan
pengamanannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sebagai sumber dari segala sumber tertib
hukum, Pancasila menempati kedudukan tertinggi dalam tata perundang-undangan
negara Republik Indonesia. Segala peraturan, undang-undang, hukum positif harus
bersumber dan ditujukan demi terlaksananya (sekaligus pengamanan) Pancasila.
Sistem Ekonomi Pancasila sebagai aturan main kehidupan ekonomi atau hubungan-hubungan ekonomi antar pelaku-pelaku
ekonomi yang didasarkan pada etika atau moral Pancasila dengan tujuan akhir
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Daftar Pustaka
·
Laboratorium Pancasila
IKIP Malang (1986:9-14)
·
Mubyarto, 2002. Ekonomi
Pancasila. Yogyakarta, BPFE-UGM.
·
Mahfud MD. 2007. Penuangan
Pancasila didalam Peraturan Perundang-undangan. Makalah dalam Seminar Nasional
“Aktualitas Nilai-Nilai Pancasila dalam Pendidikan Ilmu Hukum dan
Perundang-undangan di Indonesia” Diselenggarakan Fakultas Hukum UGM.
Yogyakarta, 30-31 Mei 2007.
·
Winartaputra, Udin S. 2001. Jatidiri
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Sistematik Pendidika Demokrasi.
Disertasi. Bandung: PPS UPI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar